Summarecon Agung ($SMRA) mencatatkan laba bersih terbesar di sektor properti dengan Rp1,37 triliun, unggul dari DMAS dan JRPT. Pendapatan SMRA juga tumbuh pesat 59,54% menjadi Rp10,62 triliun, namun valuasinya sangat murah dengan PBV hanya 0,59 dan PER 4,76. Walaupun kinerja cemerlang, ada satu masalah besar: utang yang mencapai Rp10,54 triliun, tertinggi di antara 10 saham properti yang telah merilis laporan keuangan.
Meskipun memiliki kas sebesar Rp3,29 triliun, utang bersih SMRA tetap sangat tinggi, dan margin keuntungan mereka juga rendah. Net Profit Margin (NPM) hanya 14,27%, jauh di bawah pesaing seperti DMAS yang mencapai 61,38%. SMRA harus bekerja keras lebih dari pesaingnya untuk mencetak laba yang setara. Free cash flow mereka juga terbatas, hanya Rp429,98 miliar, meskipun lebih sehat dibandingkan perusahaan lain seperti PANI yang minus.
Sementara itu, investor asing enggan melirik SMRA dengan enam kali aksi jual asing dalam sebulan terakhir. Walaupun ada kenaikan jumlah investor domestik, terutama ritel, SMRA tetap lebih banyak diminati oleh investor lokal. SMRA juga rutin membagikan dividen, meskipun tidak setinggi JRPT yang sudah 16 tahun berturut-turut.
Kesimpulannya, SMRA sedang dalam momentum pertumbuhan dengan ekspansi agresif, namun risiko utang yang sangat besar harus menjadi perhatian utama bagi investor. Jika kinerja tetap kuat dan pasar properti Indonesia terus berkembang, ada potensi apresiasi harga saham, tapi beban utangnya tetap jadi ancaman.
Jangan lewatkan kesempatan ini—klik link berikut sekarang dan raih keuntungan lebih maksimal! https://bit.ly/PriorityMemberships