Pada kuartal pertama tahun 2024, tekanan oversupply atas komoditas nikel di Indonesia menyebabkan penurunan harga sebesar 23,08% sejak September 2023 hingga Maret 2024.
Hal ini berdampak negatif pada emiten pertambangan nikel seperti PT PAM Mineral Tbk (NICL), yang hanya mencatatkan laba bersih sebesar Rp12,2 miliar pada Triwulan I-2024.
Penjualan perusahaan turun 54,98% menjadi Rp116,7 miliar, dibandingkan dengan Rp259,4 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya, disebabkan oleh penurunan volume produksi nikel karena RKAB baru terbit pada Mei 2024.
Meski demikian, NICL berhasil meningkatkan marjin laba kotor menjadi 37,07% dari 36,92% pada Triwulan I-2023.
Total aset perusahaan tumbuh signifikan menjadi Rp881,7 miliar pada Triwulan I-2024, dengan total ekuitas meningkat dari Rp572,1 miliar menjadi Rp757,7 miliar.
Situasi geopolitik global, termasuk sanksi AS dan Inggris terhadap Rusia, serta gangguan operasional di Kaledonia Baru dan Australia, diperkirakan akan menjadi katalis positif bagi harga nikel.
Pada akhir April 2024, harga nikel meningkat 8,76% menjadi 17.424,52 USD/dmt. PT PAM Mineral Tbk (NICL) optimis bahwa dengan disetujuinya RKAB 2024, produksi dan penjualan akan meningkat, memberikan dampak positif pada kinerja keuangan perusahaan.
Perseroan menargetkan penjualan hingga akhir 2024 sebesar Rp1,289 triliun dengan laba sebelum pajak sebesar Rp352 miliar.
Dengan penambahan kapasitas produksi dan kenaikan harga jual, NICL berharap dapat mencapai target kinerja keuangan yang telah ditetapkan.