Skydrugz Corner: Fenomena Money Sorting dan Mengapa Nasabah Bank Enggan Pindah ke Bank Lain?
Situasi di Amerika dan Eropa
Istilah Money Sorting mungkin terdengar asing di telinga investor Indonesia tapi istilah ini lagi populer di kalangan investor Amerika dan Eropa. Mengapa? Itu karena fenomena ini yang membuat banyak bank kecil di Amerika Serikat kehilangan nasabah. Apa yang dialami oleh SVB, First Republic Bank, Signature Bank dan Credit Suisse semua bermuara pada Money Sorting.
Nasabah Eropa dan Amerika Serikat memiliki literasi keuangan yang lebih baik jika dibandingkan dengan negara berkembang seperti ini Indonesia. Secara teori, tingginya literasi keuangan harusnya membuat ekonomi sebuah negara menjadi lebih kuat tapi sesungguhnya tingginya literasi keuangan adalah pedang bermata dua. Mengapa? Karena ketika literasi keuangan sangat tinggi maka nasabah akan mudah panik begitu mendengar kabar buruk.
Apa yang dialami bank –Â bank kecil di Amerika dan bahkan bank besar di Eropa itu bisa terjadi karena para nasabah panik. Awalnya hanya SVB yang bermasalah. Seandainya literasi keuangan nasabah bank kecil lain tidak tidak tinggi maka mereka tidak panik. Masalahnya adalah nasabah bank di Amerika literasi keuangannya tinggi.
Pertama, ketika SVB melaporkan bahwa mereka mengalami floating loss 1 milyar dollar karena hold SBN. Nasabah SVB langsung panik. Mereka panik karena literasi finansial mereka terlalu tinggi. Para nasabah SVB yang mayoritas adalah venture capitalist sadar kalau akan ada asset-liabilities mismatch akibat floating loss yang dialami oleh SVB setelah hold SBN Amerika. Mereka ramai-ramai tarik duit, SVB kolaps https://cutt.ly/s4ABV4R
Kedua, nasabah bank kecil lain di Amerika yang literasi finansialnya juga tinggi yang mendengar kabar kolapsnya SVB, akhirnya menyadari kalau bank yang mereka jadikan tempat simpanan uang ternyata mengalami hal yang sama, sehingga mereka pun ikutan panik dan tarik duit. Endingnya bank lain ikutan kolaps. https://cutt.ly/e4ANwja
Banyak bank kecil di Amerika Serikat yang kondisi dana nasabahnya sekarang mengering karena terus – menerus ditarik nasabah. Para nasabah ini lebih memilih simpan duit di bank besar seperti Bank of America, Wells Fargo dan Citigroup. https://cutt.ly/A4ANadm
Inilah contoh fenomena Money Sorting. Suatu fenomena ketika nasabah menyadari bahwa bank tempat mereka simpan duit tidak memberikan return atau keamanan seperti yang awalnya mereka harapkan sehingga mereka memindahkan duit mereka ke tempat lain. Para nasabah SVB, Signature Bank, First Republic dan Credit Suisse menganggap bahwa simpan duit di keempat bank tersebut sudah tidak memberikan keamanan sehingga mereka menarik duit dan pindah ke bank lain atau ke instrumen investasi lain.
Fenomena Money Sorting ini sering ditemukan pada negara yang literasi keuangannya tinggi. Untuk negara yang literasi keuangannya rendah, fenomena ini jarang terjadi karena nasabah tidak tahu kalau mereka sebenarnya bisa pindahkan duit mereka ke bank lain atau ke instrumen investasi lain yang return-nya lebih tinggi dan/atau lebih aman. Yang banyak terjadi di negara dengan literasi finansial rendah adalah investasi bodong dengan bermodalkan pamer portofolio hasil editan photoshop.
Jadi ada sisi positif dan sisi negatif dari tingginya atau rendahnya literasi finansial. Ambil hikmahnya saja.
Fenomena Money Sorting yang Tidak Terjadi di Perbankan Indonesia?
Money Sorting atau Cash Sorting adalah suatu fenomena di mana nasabah memindahkan dananya dari akun atau rekening bank yang return-nya rendah ke akun atau rekening bank atau instrumen investasi lain yang menjanjikan return lebih tinggi.
Sebagai contoh saat ini jika kalian punya tabungan di bank $BBCA dengan bunga deposito 4% lalu kalian mendengar kabar bahwa di Bank Neo Commerce $BBYB menawarkan bunga deposito 8% setahun. Dalam kondisi normal dan all things are equal maka sudah otomatis nasabah yang rasional akan memindahkan dananya dari rekening BBCA ke rekening BBYB. Itu wajar dan rasional. https://cutt.ly/04AMjYl


Bunga deposito di BBYB Bank Neo Commerce 2x lipat lebih tinggi dari bunga deposito BBCA. https://s.bankneo.co.id/R0lY00
Tapi apakah nasabah BBCA akan mau memindahkan dananya dari BCA ke BNC? Jawabannya belum tentu. Skenario money sorting itu hanya bisa berlaku pada kondisi all things are equal. Di dunia nyata tidak ada yang namanya all things are equal.
Nasabah BBCA memilih tetap simpan duit di BCA meskipun bunga deposito hanya 4% karena mereka sudah percaya dengan reputasi bank BCA. Bank adalah bisnis kepercayaan, tidak semudah itu nasabah akan berpindah dari satu bank ke bank lain apalagi jika nasabah tersebut menyimpan dana besar. Ini yang disebut dengan Switching Cost yang merupakan salah satu moat atau keunggulan dari bank besar seperti yang dijelaskan di buku Pat Dorsey https://cutt.ly/l4A1uF1
Dari hasil survei yang dilakukan oleh Bankrate ditemukan bahwa mayoritas orang enggan pindah bank. Mereka cenderung setia pada bank yang mereka miliki saat ini. Rata-rata nasabah baru pindah bank setelah jangka waktu 17 tahun. Dan bahkan jangka waktunya bisa lebih dari 20 tahun baru pindah bank jika nasabah tersebut sudah punya pekerjaan dan punya pasangan suami/istri.
Ada banyak alasan mengapa nasabah bank enggan pindah ke bank lain tapi alasan paling utama adalah kenyamanan.
Satu dari 5 nasabah yang disurvei menyebutkan bahwa mereka setia pada bank mereka karena itulah bank yang mereka pakai sejak dulu kala. Dan sekitar 10% yang disurvei lainnya mengatakan bahwa mereka enggan pindah bank karena terlalu merepotkan.
Ketika para nasabah ini ditanya apa yang mereka suka dari bank mereka saat ini, satu dari 4 nasabah mengatakan bahwa itu karena biaya bulanan bank mereka sangat rendah atau malah tidak ada biaya bulanan sama sekali. Hanya 6% yang disurvei mengatakan bahwa kualitas aplikasi mobile banking yang menjadi alasan mereka pilih bank mereka yang sekarang dan hanya 3% nasabah yang mengatakan bahwa mereka pilih bank yang sekarang karena bunga deposito mereka tinggi.
Jadi itulah mengapa Bank Neo Commerce BBYB dan Seabank Shopee sampai harus menawarkan bunga tinggi untuk menarik nasabah karena mendapatkan kepercayaan nasabah bank itu sangat susah. https://s.bankneo.co.id/R0lY00
Bahkan meskipun biaya bulanan bank BBCA BBRI BBNI BMRI sangat tinggi dan bunga depositonya sangat rendah, tetap saja fenomena money sorting tidak terjadi di Indonesia. Padahal jelas-jelas Seabank, Bank Neo Commerce dan Bank Jago tidak memiliki biaya administrasi bulanan. Bunga depositonya pun tinggi. Bahkan Bank Neo Commerce bunga depositonya sampai 8% setahun. https://s.bankneo.co.id/R0lY00
Tapi nasabah tetap setia simpan dananya di big bank Indonesia.
Apakah itu karena literasi digital masyarakat Indonesia masih rendah sehingga tidak peduli dengan bunga bank lain yang lebih tinggi?
atau karena masyarakat Indonesia tidak percaya dengan bank digital yang masih baru?
Disclaimer:
https://cutt.ly/p8bNpqb
I am Not a Professional Financial Analyst and Advisor. Instrumen saham dan kripto adalah investasi yang beresiko tinggi. Resiko duit hilang 100% tetap ada. So be wise. Keputusan Jual dan Beli ada di Tangan Masing-masing.
Bila ingin mendaftar menjadi member Pintarsaham.id bisa hubungi Admin Pintarsaham.id via WA +62 831-1918-1386
Untuk mengetahui Data Kepemilikan Saham di bawah 5% maka bisa daftar gratis di link iniÂ
Jika anda menyukai artikel ini jangan lupa untuk berlangganan di Youtube Channel Pintar Saham dan nantikan video edukasi tentang saham di channel tersebut. Jangan lupa melihat Facebook Fan Page Pintar Saham Indonesia dan Instagram Pintar Saham @pintarsaham.id
Disclaimer :
Penyebutan nama saham (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, atau pun rekomendasi jual beli atau tahan untuk saham tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Semua data dan hasil pengolahan data diambil dari sumber yang dianggap terpercaya dan diolah dengan usaha terbaik. Meski demikian, penulis tidak menjamin kebenaran sumber data. Data dan hasil pengolahan data dapat berubah sewaktu-waktu tanpa adanya pemberitahuan. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi