Friday, October 10, 2025
No menu items!
Google search engine
HomeInsightLika Liku BUMI

Lika Liku BUMI

Kalau ada satu saham di Indonesia yang bisa dijadikan studi kasus tentang utang, politik, oligarki, dan pasar modal, maka BUMI adalah poster child-nya. PT Bumi Resources Tbk bukan sekadar emiten tambang batubara, dia simbol dari era kejayaan Bakrie, kejatuhan karena utang jumbo, lalu kebangkitan lewat tangan investor baru dan koneksi elite. Tapi apakah semua ini kebangkitan beneran atau hanya drama episode kedelapan dari sinetron berjudul Restrukturisasi Lagi?

Awalnya BUMI adalah perusahaan properti biasa. Baru di awal 2000-an, Grup Bakrie dipimpin oleh Aburizal Bakrie (Ical) mengambil alih dan banting setir ke sektor batubara dengan akuisisi Arutmin dan Kaltim Prima Coal. Strateginya adalah ekspansi besar besaran pakai utang. Prinsipnya jelas, pinjam Rp400 dengan jaminan aset Rp100.

Model seperti ini sempat jaya waktu harga komoditas naik. Tapi begitu krisis datang, semua struktur kertas ambruk. Tahun 2008 jadi titik balik. Saham BUMI jeblok dari Rp8.750 ke Rp920 hanya dalam sebulan. Bursa bahkan menyebut BUMI menyumbang 30% kejatuhan IHSG. Sinyal jelas bahwa ini bukan perusahaan biasa.

Waktu itu banyak yang menduga saham BUMI dan entitas Bakrie lain seperti DEWA dan ENRG dijadikan bahan gorengan skala besar. Bahkan disebut sebagai operasi pump and dump terbesar di BEI. Setelah itu, BUMI terus masuk pusaran gagal bayar. Tahun 2014 utangnya tembus US$4 miliar dengan ekuitas negatif.

Krediturnya panik. Solusinya adalah utang dikonversi jadi saham. Proposal awalnya ajaib, utang US$1,5 miliar dikonversi jadi 32,5% saham BUMI dengan valuasi Rp1.660 per saham. Padahal harga pasarnya cuma Rp100-an.

Skema finalnya disepakati tahun 2016. Sebanyak US$1,81 miliar utang dikonversi jadi saham sebanyak 23,3 miliar lembar di harga Rp926 per saham. Sisanya menjadi mandatory convertible bonds senilai US$639 juta. Publik terdilusi 44,3%. Bakrie kehilangan kendali de facto atas BUMI. Tapi mereka tetap bertahan. Mereka jual 19% saham KPC ke CIC senilai US$950 juta, dapat napas, dan lanjut jalan.

Dan ini bukan pertama kalinya. Sejak 1998, pola Bakrie selalu sama, dari ekspansi ke utang lalu gagal bayar, lalu jual aset, cari investor, dan hidup lagi. Mereka bahkan sempat hampir habis sahamnya, tinggal 2,5% akibat utang Rp9,7 triliun saat krisis moneter. Tapi dari sana bangkit lagi, beli balik saham Bakrie Sumatra, masuk ke BUMI, lalu ke BRMS.

Di belakang layar selalu ada nama besar seperti CIC dari Tiongkok, Sinarmas pada 2015, dan yang terbaru Salim Group pada 2023 lewat private placement Rp24 triliun. Semua ini bukan karena BUMI bagus secara fundamental, tapi karena Bakrie jago menyelamatkan kapal karam.

Kenapa bisa sekuat itu? Salah satunya karena koneksi politik. Aburizal Bakrie bukan orang sembarangan. Pernah jadi Menko Perekonomian dan Ketua Umum Golkar. Tapi yang menarik, hubungan Ical dengan Prabowo Subianto menjadi pondasi kekuasaan yang sangat strategis. Mereka bukan cuma rekan politik, tapi sahabat lama. Sejak era Orde Baru, Prabowo adalah anak ekonom legendaris Sumitro, sementara Ical adalah pewaris konglomerasi Bakrie. Dua keluarga elite yang berkumpul di lingkaran HIPMI, militer, dan bisnis Jakarta.

Pada 2004, mereka bersaing di Konvensi Capres Golkar tanpa konflik. Bahkan, Prabowo memanggil Ical dengan sebutan Abang. Tahun 2014, Ical membawa Golkar gabung Koalisi Merah Putih untuk mendukung Prabowo Hatta.

Saat Golkar balik arah di 2019 ke Jokowi, Ical tetap menjaga komunikasi pribadi dengan Prabowo. Tahun 2024, Prabowo menyambangi rumah Ical sebelum daftar capres. Ada ucapan selamat ulang tahun, restu, dan solidaritas. Inilah yang bikin investor yakin bahwa BUMI akan diamankan dalam peta kekuasaan Prabowo ke depan.

Dari sisi bisnis, saat ini BUMI masih mengandalkan batubara, sekitar 81 juta ton per tahun. Tapi kontribusi terbesarnya justru dari KPC yang belum 100% dikonsolidasi. Ini bikin angka revenue dan laba BUMI kelihatan besar, tapi sebenarnya sebagian belum terefleksi penuh. Di tengah penurunan harga batubara, manajemen melempar wacana baru tentang ekspansi tambang litium dan logam tanah jarang di Australia. Apakah ini serius atau sekadar berita untuk menaikkan harga saham?

Harga saham BUMI sempat loncat ke Rp120 karena euforia ekspansi. Tapi pola teknikal mencurigakan. Harga dibuka tinggi, lalu sesi kedua langsung longsor. Broker summary juga mengindikasikan distribusi diam diam. Saham afiliasi seperti DEWA dan BMRS juga naik turun bareng. Ini indikasi bahwa sentimen Australia dipakai buat distribusi, bukan akumulasi.

Valuasinya sendiri cukup tricky. PBV sekitar 1,3x. PER-nya fluktuatif tergantung laba anak usaha dan rekayasa keuangan. Kalau skenario optimis terjadi, tambang Australia jalan, kuasi reorganisasi disetujui, dan dividen cair tahun 2026, maka harga wajar bisa ke Rp160 sampai Rp180. Tapi kalau cuma gimmick, lalu Chengdong lanjut jualan dan pasar sadar ini hanya pengalihan isu, harga bisa kembali ke Rp50 sampai Rp60. Risiko value trap sangat besar.

Dan jangan lupa sejarah. Skandal Bumi PLC dan Rothschild, repo saham BRMS, default obligasi, laporan keuangan yang tidak bisa diaudit, dan gugatan hukum internasional semuanya masih membayangi. BUMI punya rekam jejak governance yang merah menyala. Tapi kalau kamu percaya bahwa kekuasaan politik bisa menyelamatkan korporasi, maka mungkin ini justru hidden gem. Karena Bakrie belum pernah benar benar tumbang. Selalu ada exit plan. Selalu ada penyelamat.

Intinya, BUMI itu saham yang tidak cocok buat investor santai. Ini medan tempur oligarki, bukan playground retail. Kalau kamu masuk, kamu harus tahu siapa temanmu dan siapa yang sedang buang barang. Kalau kamu tidak tahu siapa yang sedang nyangkut, bisa jadi itu kamu.

Saham BUMI hanya cocok untuk investor yang tampan dan pemberani. Tampan saja tidak cukup. Berani saja juga percuma. Harus sekaligus. Tampan dan pemberani.

Mau belajar cara pilih saham yang sehat & potensial secara teknikal dan fundamental? Mulai dari sini!

https://bit.ly/pintarsahamid

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Latest Post

Most Popular

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments