Skydrugz Corner: Hikayat Laba TOWR 2008-2020
TOWR adalah salah satu perusahaan menara yang senantiasa konsisten mencetak laba dalam 10 tahun terakhir.
Untuk rincian labanya bisa cek di bawah ini:
Tahun | Laba
(Dalam Milyar) |
2020 | 2854 |
2019 | 2353 |
2018 | 2200 |
2017 | 2100 |
2016 | 3043 |
2015 | 2965 |
2014 | 839 |
2013 | 165 |
2012 | 346 |
2011 | 284 |
2010 | 100 |
2009 | 589 |
2008 | -471 |
Seperti yang kita bisa lihat sejak 2008 hingga 2020, satu-satunya tahun di mana TOWR mencetak kerugian adalah di 2008. Pada tahun tersebut, TOWR mencetak kerugian hingga 471 milyar.
Kalau menghitung CAGR laba TOWR dari 2009 hingga 2020 maka nilainya sekitar 15,43%. Fantastis
Di 2008, jumlah menara TOWR hanya sekitar 1000 menara. Dan di 2021 jumlah menara TOWR sekarang sudah mencapai 28.000. Jadi dalam jangka waktu 13 tahun, menara TOWR bertambah 2000 buah tiap tahun. Menurut saya itu adalah growth yang benar-benar luar biasa.
Laba tertinggi TOWR berhasil dicetak di 2016, di mana TOWR mencetak laba hingga 3 Triliun. Setelah itu TOWR belum berhasil lagi mencetak laba di atas 3 Triliun. Di 2017, laba turun karena meningkatnya beban depresiasi dan meningkatnya beban keuangan pasca-akuisisi menara EXCL.
Di 2016, TOWR mengakuisisi 2500 menara EXCL dengan nilai transaksi mencapai 3,56 Triliun. Dan di 2017, akhirnya laba TOWR anjlok dari 3 Triliun menjadi 2,1 Trilun saja. Anjlok sekitar 30%.
Laba TOWR baru bisa rebound setelah 4 tahun.
Dan nampaknya pola tersebut akan kembali terjadi di 2021-2022 pasca TOWR mengakuisisi SUPR yang memiliki 6422 menara. Jadi jumlahnya sekitar 2,6x jumlah menara EXCL yang diakusisi di 2016.
Bila kita menggunakan logika sederhana, di 2016 TOWR akuisisi 2500 menara EXCL di harga 3,56 Triliun, maka seharusnya nilai akuisisi SUPR yang menaranya 6422 buah adalah sekitar 9-10 Triliun rupiah saja. Namun TOWR membeli SUPR dengan nilai 16,7 Triliun rupiah.
Dan untuk membiayai akuisisi tersebut, TOWR mengambil utang senilai 14 Triliun. Secara rinci besar utang tersebut adalah:
- Bank BTPN memberikan fasilitas pinjaman Rp 2 triliun,
- Bank CIMB Niaga Rp 1 triliun,
- Bank HSBC Indonesia Rp 1 triliun,
- Bank Mandiri Rp 2 triliun,
- Bank Mizuho Indonesia Rp 2 triliun,
- BNI Rp 3 triliun,
- MUFG Bank Ltd. Cabang Jakarta Rp 3 triliun.
Lalu TOWR juga mendapatkan tambahan fasilitas pinjaman untuk modal kerja dari Maybank dan Danamon.
- perjanjian fasilitas awal Maybank yang sebelumnya sebesar Rp 500 miliar bertambah menjadi maksimal Rp 1 triliun.
- perjanjian fasilitas awal Danamon yang sebelumnya sebesar Rp 1 triliun bertambah menjadi maksimal Rp 2 triliun.
Jadi kalau ditotal sekitar 17 Triliun utang baru untuk TOWR dengan bunga di bawah 5%.
Jadi anggap saja semua utang tersebut memiliki bunga 4,9% setahun, maka beban bunga yang harus dibayar oleh TOWR dalam setahun sekitar 833 milyar rupiah atau sekitar 20-30% dari laba bersih TOWR di 2020. Dan itu baru dari utang baru saja. Belum lagi dari utang yang lama.
Jadi menurut saya, di 2021-2022 kemungkinan besar TOWR akan mengulangi kejadian masa lalu di 2017, di mana laba mereka berkurang setelah mereka melakukan akuisisi terhadap menara EXCL.
Dalam jangka pendek memang akan terasa berat. Namun dalam jangka panjang, akuisisi tersebut akan menyumbangkan revenue dan laba baru untuk TOWR.
Apalagi dengan mengakuisisi perusahaan kompetitor maka bargaining power TOWR akan semakin meningkat dalam menentukan tarif. Semakin sedikit jumlah pemain menara, maka semakin besar kemungkinan TOWR akan menjadi market leader di industri menara telco.
Ancaman Untuk Laba TOWR
Dari grafik di atas kita bisa melihat perjalanan laba TOWR dalam 13 tahun terakhir. Pertumbuhan laba TOWR di drive up oleh proses akuisisi menara. Beberapa tahun setelah akuisisi, memang laba TOWR mengalami drop sementara seperti yang terjadi di 2010-2013, di mana laba TOWR justru stagnan setelah IPO dan akuisisi menara Hutchinson CP (dulu Charoen Popkhand Grup yang kerjasama dengan Hutchinson sebelum akhirnya dijual ke Boy Thohir).
Namun begitu beban keuangan dan beban depresiasi semuanya sudah berkurang, laba TOWR langsung meroket seperti yang kita lihat di 2014-2016. Di 2014 malah sangat fenomenal laba naik dari 165 milyar menjadi 839 milyar. Sebuah lompatan laba yang menurut saya luar biasa. Tapi kita tahu bersama, laba tersebut tidak akan selamanya bisa bertahan jika manajemen TOWR gagal melakukan inovasi.
Jadi menurut saya ancaman untuk pertumbuhan laba TOWR adalah:
- Meningkatnya beban depresiasi dari menara baru yang diakuisisi
- Meningkatnya beban keuangan sebagai efek dari pinjaman yang digunakan untuk melakukan akuisisi.
- Masuknya pemain besar baru yang akan menjadi kompetitor TOWR seperti pemilik CENT yang baru dan calon pemilik TBIG yang baru
- Mitratel yang akan IPO. Dengan dana IPO 20 Triliun, maka Mitratel bisa melakukan akuisisi pada 7000-10.000 menara baru. Bahkan pada skenario hipotesis, dana IPO tersebut bisa digunakan oleh Mitratel untuk mengakusisi perusahaan menara yang lain seperti TBIG atau BALI atau IBST. Market capital TBIG sekarang adalah 65 Triliun di harga 2870. Dengan duit 20 Triliun, maka Mitratel dapat menguasai 30% saham TBIG di harga sekarang. Mitratel bisa membeli 30% saham Wahana Anugerah Sejahtera atau 22% saham Provident Capital. Kalau mau opsi yang lebih murah, Mitratel bisa membeli saham IBST yang market capital nya hanya 10 Triliun di harga 7750. Bahkan Dengan duit 20 Triliun, Mitratel bisa menguasai saham IBST. Jumlah menara IBST sekarang tersisa 2600 menara. Dengan dana 3-5 Triliun saja, Mitratel bisa menguasai semua menara IBST. Beberapa waktu lalu TBIG membeli 3000 menara IBST dengan nilai transaksi 3,97 Triliun. Dengan dana 20 Triliun hasil IPO, Mitratel bisa membeli IBST sekaligus dengan BALI di harga premium. Tapi sekali lagi itu adalah skenario hipotesis.
Jadi menurut saya, tidak perlu kaget jika di 2021-2024, laba TOWR anjlok karena potensi meningkatnya beban depresiasi dan beban keuangan, seperti yang pernah terjadi di masa lalu. Namun saya tetap percaya dengan potensi growth TOWR di masa depan.
Potensi Growth
Kualitas internet Indonesia masih buruk, sehingga ruang growth industri menara dan fiberisasi di Indonesia masih sangat besar. Kualitas internet kita masih jauh ketinggalan jika dibandingkan negara Asia lainnya seperti Singapura, Jepang, India dan China.
Sebagai perbandingan, Filipina punya 21.ooo menara untuk melayani 47 juta pengguna layanan (2238 user/site density), Vietnam memiliki 55.000 menara untuk melayani 47 juta pengguna (854 user/site density), Malaysia memiliki 22.000 menara untuk melayani 20 juta pengguna (909 user/site density), dan Jepang memiliki 220.000 menara untuk melayani 115 juta pengguna (522 user/site density), China 1,95 juta menara untuk melayani 751 juta pengguna (384 user/site density).
Sedangkan Indonesia jumlah menara hanya sekitar 80.000 buah untuk melayani 200 juta pengguna (2500 user/site density). Jadi bisa dikatakan kalau densitas user/site di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya. Kalau kita ingin ideal seperti Jepang, di mana satu site hanya melayani 500-600 pengguna, maka idealnya jumlah menara di Indonesia baik yang makro tower dan micro BTS adalah sekitar 330.000 menara lagi atau potensi growth 400% dari jumlah yang sekarang. Apalagi kalau mau kejar China, maka itu butuh 570.000 menara atau potensi growth 600% dari jumlah yang sekarang.
Sehingga asumsi laba TOWR di masa depan bisa sekitar 5-10 Triliun. Tapi tentu saja jangka waktu untuk mencapai laba sebesar ini mustahil terjadi dalam 1-2 tahun. It takes time, mungkin dalam 5-10 tahun ke depan, laba tersebut bisa terjadi. Ceteris paribus.
Dengan asumsi laba TOWR di masa depan bisa mencapai 5 Triliun, dengan market capital sekarang 60 Triliun di harga 1180, maka itu sama dengan PER hipotesis 12. Masih kelihatan mahal.
Oleh karena itu menurut saya sebaiknya dibeli bertahap saja. Idealnya banyak dibeli di PER < 10.
Target Cicil
Dengan menggunakan asumsi EPS 66 rupiah, maka target cicil TOWR bagi investor yang duitnya 10 juta rupiah adalah sebagai berikut:
No | Harga | PER | Alokasi Beli |
1 | 1320 | 20 | Rp500.000 |
2 | 1254 | 19 | Rp500.000 |
3 | 1188 | 18 | Rp500.000 |
4 | 1122 | 17 | Rp500.000 |
5 | 1056 | 16 | Rp500.000 |
6 | 990 | 15 | Rp500.000 |
7 | 924 | 14 | Rp500.000 |
8 | 858 | 13 | Rp500.000 |
9 | 792 | 12 | Rp500.000 |
10 | 726 | 11 | Rp500.000 |
11 | 660 | 10 | Rp500.000 |
12 | 594 | 9 | Rp500.000 |
13 | 528 | 8 | Rp500.000 |
14 | 462 | 7 | Rp500.000 |
15 | 396 | 6 | Rp500.000 |
16 | 330 | 5 | Rp500.000 |
17 | 264 | 4 | Rp500.000 |
18 | 198 | 3 | Rp500.000 |
19 | 132 | 2 | Rp500.000 |
20 | 66 | 1 | Rp500.000 |
Dengan begitu, hari ini TOWR baru berada pada target cicil nomor 3. Long way to go to target cicil 20.
Pintarsaham dan DBS Digibank akan mengadakan Webinar Saham FREE pada tanggal 22 Oktober 2021 pukul 19.00 WIB. Jangan lupa untuk mendaftarkan diri :
Jika ingin mendapatkan data analisis Laporan Keuangan Kuartalan bisa pesan di sini atau menghubungi Whatsapp Admin Pintarsaham.id +62 831-1918-1386
Untuk konsultasi perencanaan keuangan atau Financial Planning dari Certified Financial Planner Tim Pintarsaham.id bisa juga melakukan reservasi via Whatsapp +62 831-1918-1386
jika ingin membuat rekening sekuritas bisa chat via whatsapp nomor 083119181386
Jika anda menyukai artikel ini jangan lupa untuk berlangganan di Youtube Channel Pintar Saham dan nantikan video edukasi tentang saham di channel tersebut. Jangan lupa melihat Facebook Fan Page Pintar Saham Indonesia dan Instagram Pintar Saham @pintarsaham.id
Disclaimer :
Penyebutan nama saham (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, atau pun rekomendasi jual beli atau tahan untuk saham tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Semua data dan hasil pengolahan data diambil dari sumber yang dianggap terpercaya dan diolah dengan usaha terbaik. Meski demikian, penulis tidak menjamin kebenaran sumber data. Data dan hasil pengolahan data dapat berubah sewaktu-waktu tanpa adanya pemberitahuan. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.
0 Responses