Skydrugz Radar 5 Oktober 2021: Kabel
Meskipun banyak yang tidak suka dengan BUMN Karya seperti WIKA PTPP ADHI, BUMN selalu menjadi tempat favorit saya untuk berinvestasi. Karena menurut saya pola main BUMN Karya lebih mudah ditebak.
10 Agustus 2021 yang lalu, ADHI PTPP WIKA sedikit yang melirik. Anjlok sampai PBV di bawah 0,5. Namun kini mereka tiba – tiba jadi rebutan. Hal yang sama juga terjadi pada saham batubara. Di 28 April 2020, tidak banyak yang menginginkan ITMG di harga 6900 padahal PBV sudah di bawah 1. Namun sekarang di harga lebih dari 20 ribu, semua orang berbondong-bondong beli.
Market memang dinamis. Psikologi manusia dapat berubah hanya karena perubahan harga saham. Orang – orang jadi berpikir bahwa suatu perusahaan bagus karena harga sahamnya naik. Lalu berpikir kalau suatu perusahaan jelek hanya karena harga sahamnya anjlok. Padahal bisa jadi harga anjlok hanyalah metode market maker untuk bisa mengumpulkan harga saham di harga bawah.
Setahun lalu banyak orang berbicara mengenai Coal is death dan ESG ESG. Harga saham coal anjlok dalam padahal harga komoditasnya rally dan laba perusahaannya naik. Bagaimana ceritanya Coal is death kalau harga komoditasnya naik, laba perusahaan naik dan semua negara ESG dunia kembali ke zaman mesin uap rebutan Coal? It doesn’t sound like a death.
But anyway, itulah tugas investor untuk bisa membedakan mana berita dan opini yang signifikan dan mana yang tidak. Mana berita pesanan bandar dan mana yang bukan.
Kita sudah melihat banyak media besar dunia dikuasai oleh para Konglomerat. Mulai dari Jeff Bezos hingga Buffett. Pertanyaannya adalah untuk apa mereka ingin menguasai berbagai perusahaan media?
Sama seperti halnya orang kaya dunia mengoleksi banyak tanah pertanian dunia. Pertanyaan besarnya adalah mengapa? Jika hanya satu orang yang melakukannya maka kita bisa mengatakan kalau Konglomerat itu gila. Namun ini mulai dari Bill Gates hingga lagi – lagi Bezos juga ikutan koleksi lahan pertanian. Big question, WHY?
Orang kaya dunia selalu punya informasi yang tidak dimiliki oleh orang biasa. Lingkaran pergaulan membuat mereka melihat peluang lebih duluan ketimbang orang biasa. Knowledge is power. Itu lah mengapa langganan Bloomberg dan Refinitiv sangat mahal. Karena sepotong informasi yang signifikan bisa mengubah kekayaan seseorang.
Itulah tugas investor untuk mencari informasi yang signifikan.
Kabel
Menurut saya krisis energi yang terjadi di China dan Eropa akan membuat mereka lebih semangat lagi mencari sumber energi alternatif yang pada gilirannya akan meningkatkan konsumsi kabel dunia.
Mereka tentu tidak ingin mengalami hal yang sama lagi di masa depan. Terjebak dan harus membeli coal di harga lebih dari 200 dollar per ton. Waktu harga coal 100 dollar, Eropa, India, dan China berpikir kalau kenaikan tersebut hanya bersifat sementara. Nanti akan normal sendiri. Namun kini ketika harga coal sudah di atas 200 dollar, mereka kelabakan dan mulai rebutan ingin beli coal at any price. Mereka takut kejadian Texas membeku terulang lagi.
Itulah mengapa infrastruktur kabel dan power generator akan menjadi the next focus after energy crisis.
Untuk mengatasi krisis energi tentu perlu adanya perbaikan infrastruktur pembangkit listrik sekaligus distribusinya.
Tapi untuk Indonesia sendiri real driver untuk industri kabel adalah proyek PLN. Sedangkan saat ini banyak proyek PLN yang tertunda akibat efek Covid-19. Di masa normal, pertumbuhan industri kabel Indonesia di kisaran 10-15% per tahun. Namun dengan kondisi seperti sekarang bisa tumbuh 1-2% saja sudah lumayan.
Namun ada kabel lain yang menurut saya akan growth dalam beberapa tahun ke depan yakni kabel fiber optic.
Pemain Fiber Optic Dunia
Market share fiber optic dunia dikuasai oleh 10 perusahaan di bawah ini.
No | Perusahaan | Negara | Omzet | Market Share |
1 | Corning | USA | $10,116M | 16.3% |
2 | YOFC | China | $1,550M | 12.7% |
3 | Furukawa Electric | Japan | $1,338M | 11.1% |
4 | HTGD | China | $1,200M | 9.3% |
5 | Fiberhome | China | $2,520M | 6.9% |
6 | Futong | China | $273M | 7.8% |
7 | Prysmian | Italy | $1,373M | 7.9% |
8 | Sumitomo Electric | Japan | $27,500M | 7.7% |
9 | ZTT | China | $3,040M | 6.3% |
10 | Fujikura | Japan | $6,720M | 4.6% |
Corning adalah yang terbesar. Jauh meninggalkan semua kompetitornya di belakang dari sisi Revenue. Namun dari sisi market share, tidak jauh beda dengan YOFC Yangtze Optic Fiber and Cable yang buka pabrik di Indonesia di 2018. Itu artinya YOFC jual produk dengan harga lebih murah dari Corning sehingga YOFC punya market share yang lumayan besar sekitar 12% dari total market dunia namun hanya memiliki revenue 1,5 milyar dollar.
Beberapa pabrik China mulai membangun pabrik Fiber optik di Indonesia karena nanti akan ada aturan TKDN. Market fiber optik di Indonesia masih punya potensi besar karena masih banyak daerah di Indonesia yang belum terjangkau internet. Mau pakai satelit LEO nampaknya belum sepenuhnya bisa terwujud di Indonesia meskipun katanya sudah ada rencana kerjasama antara TLKM dengan Starlink.
Salah satu perusahaan tower terbesar di Indonesia saat ini, TOWR, berencana meningkatkan capex fiberisasi untuk bisa menambah kecepatan transfer data. Apalagi Luhut juga punya rencana proyek prestigious di kabel bawah laut.
Itulah mengapa menurut saya fiber optic akan menjadi salah satu industri yang akan booming di masa depan.
Proxy
Corning memiliki proxy CCSI di Indonesia. Dan menurut saya CCSI pintar karena mereka mendirikan FO submarine untuk nantinya disewakan. This is genius. Recurring income untuk masa depan.
YOFC proxy nya adalah PT Fiber Optik Teknologi Indonesia (FOTI). Sayangnya belum listing di Indonesia.
Sedangkan Furukawa proxy nya adalah TBMS. Tapi mereka tidak fokus pada FO. Lebih ke kabel konvensional. Proxy Furukawa yang lain adalah SCCO. Sayangnya saya tidak punya data berapa revenue dari segmen FO (fiber optik)
Sedangkan HTGD atau Hengtong yang berada di posisi keempat marketshare dunia memiliki proxy VOKS atau Voksel di Indonesia. Di 2020, revenue Voksel dari segmen fiber optik sekitar 308 milyar atau 16% dari total revenue Perusahaan.
Sedangkan CCSI revenue dari fiber optik hanya sekitar 213 milyar rupiah atau 75% dari total revenue.
Proxy Fujikura di Indonesia adalah JECC atau Jembo Cable. Ada Salim di sini. Dari jualan fiber optik 2020, JECC menghasilkan revenue 236 milyar rupiah atau sekitar 15% dari total revenue.
KBLI atau KMI Wire bukan proxy siapapun memiliki revenue dari segmen fiber optik hanya sekitar 108 milyar atau 5% dari total revenue.
KBLM yang merupakan proxy tidak langsung dari Furukawa dan SCCO hanya menghasilkan Revenue dari kabel fiber optik sekitar 9 Milyar rupiah atau sekitar 1% dari total revenue.
Sehingga dapat saya katakan jika dari semua perusahaan yang ada di bursa (exclude SCCO), VOKS adalah perusahaan yang memiliki revenue terbesar dari segmen jualnya FO.
Range produk FO VOKS juga beragam. Sayangnya VOKS memiliki utang yang sangat besar dan hingga Q2 2021 mereka masih merugi. Di 2020 mereka berhasil turnaround di Q4. Mungkin saja hal yang sama bisa terjadi lagi tahun ini.
Karena melihat KBLI yang sudah berhasil mencetak laba di Q1 2021 menurut saya ada harapan untuk VOKS.
Laba
Dari semua perusahaan kabel – kabel yang ada di Indonesia, yang mencetak laba di Q2 2021 hanya KBLI SCCO TBMS.
Sedangkan yang merugi adalah JECC, VOKS dan KBLM.
Jadi dapat dikatakan KBLI SCCO TBMS memiliki manajemen yang lebih hebat dalam mengarungi commodities boom.
Skydrugz Bot Radar
Versi 1
NO | Saham | MARCAP | PBV | Harga |
---|---|---|---|---|
1 | ABMM | 3.4 T | 1.05 | 1,250 |
2 | PBID | 3.1 T | 1.58 | 1,660 |
3 | FPNI | 1.4 T | 0.92 | 248 |
4 | BUDI | 769.3 B | 0.56 | 171 |
5 | PTSN | 1.4 T | 1.15 | 268 |
6 | WOOD | 4.3 T | 1.30 | 680 |
7 | PSAB | 4.1 T | 0.72 | 155 |
8 | PMMP | 1.0 T | 0.99 | 434 |
Versi 2
NO | Saham | MARCAP | PBV | HARGA |
---|---|---|---|---|
1 | VIVA | 839.7 B | 8.38 | 51 |
2 | SMCB | 13.4 T | 1.75 | 1,745 |
3 | ANTM | 55.5 T | 2.80 | 2,310 |
4 | ROTI | 8.2 T | 2.79 | 1,330 |
5 | BFIN | 16.0 T | 2.33 | 1,005 |
6 | SIDO | 23.1 T | 7.30 | 770 |
7 | FREN | 32.3 T | 2.57 | 105 |
8 | ACES | 22.4 T | 4.52 | 1,305 |
9 | EMTK | 99.4 T | 4.40 | 1,625 |
10 | CENT | 8.7 T | 3.81 | 280 |
11 | KREN | 2.3 T | 0.81 | 124 |
12 | HDIT | 487.9 B | 1.37 | 320 |
13 | BBKP | 13.8 T | 1.60 | 424 |
14 | BVIC | 1.4 T | 0.53 | 150 |
15 | MAYA | 8.6 T | 0.62 | 735 |
- Cara menggunakan Radar ini bisa cek di sini
- BUDI Radar hari 2
- ABMM Radar hari 3
- GJTL versi 2 keluar Radar. Terakhir radar hari ke-17
- INCO keluar Radar. Terakhir radar hari 12
- ACES radar hari 14. Versi 2
- BMTR keluar Radar lagi. Terakhir Radar 1 hari.
- POWR keluar Radar. Terakhir Radar hari 4. PBV 1.01
- ANTM radar hari 6. Versi 2
Pintarsaham dan DBS Digibank akan mengadakan Webinar Saham FREE pada tanggal 22 Oktober 2021 pukul 19.00 WIB. Jangan lupa untuk mendaftarkan diri :
Jika ingin mendapatkan data analisis Laporan Keuangan Kuartalan bisa pesan di sini atau menghubungi Whatsapp Admin Pintarsaham.id +62 831-1918-1386
Untuk konsultasi perencanaan keuangan atau Financial Planning dari Certified Financial Planner Tim Pintarsaham.id bisa juga melakukan reservasi via Whatsapp +62 831-1918-1386
Jika ingin membuat rekening sekuritas bisa chat via whatsapp nomor 083119181386
Jika anda menyukai artikel ini jangan lupa untuk berlangganan di Youtube Channel Pintar Saham dan nantikan video edukasi tentang saham di channel tersebut. Jangan lupa melihat Facebook Fan Page Pintar Saham Indonesia dan Instagram Pintar Saham @pintarsaham.id
Disclaimer :
Penyebutan nama saham (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, atau pun rekomendasi jual beli atau tahan untuk saham tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Semua data dan hasil pengolahan data diambil dari sumber yang dianggap terpercaya dan diolah dengan usaha terbaik. Meski demikian, penulis tidak menjamin kebenaran sumber data. Data dan hasil pengolahan data dapat berubah sewaktu-waktu tanpa adanya pemberitahuan. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.