The Photoshop Beta introduces several new features, but the highlight is the Generative Fill feature.

Skydrugz Corner: Kisah IPO Bank Capital (BACA)

Chart BACA setelah IPO

Skydrugz Corner: Kisah IPO Bank Capital (BACA)

Tulisan ini merupakan pelengkap dari postingan sebelumnya mengenai para pemegang waran saham BACA dan siapa saja yang memonopoli waran BACA. Yang jadi pertanyaan adalah mengapa ada orang yang mau memonopoli waran $BACA $BACA-W2 padahal ini bank yang secara laba dan skala bisnis biasa saja?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut mungkin kita harus melihat riwayat IPO BACA. Bank Capital IPO tahun 2007.

Harga IPO

PT Bank Capital Indonesia Tbk mencatatkan 500 juta saham biasa dengan harga penawaran Rp 150 per saham pada 4 Oktober 2007.

Penggunaan Dana IPO

Dana yang diperoleh dari hasil penawaran umum ini digunakan untuk ekspansi usaha (65%), menambah jaringan operasional yakni dengan membuka kantor baru (25%) dan pengembangan sistem teknologi informasi (10%).

Komposisi Pemegang Saham Ketika IPO

Komposisi kepemilikan saham Bank Capital sebelum IPO dikuasai oleh Danny Nugroho (97,3%), BII (2,7%). Dan setelah penawaran umum, maka komposisi kepemilikan saham adalah Danny Nugroho (65,1%), BII (1,8%) dan masyarakat (33,1%).

BII atau BNII dulunya adalah bank milik Sinarmas. Jadi sejak sebelum IPO, sebenarnya Sinarmas sudah ada keterkaitan dengan BACA. Bank Capital didirikan di 1989. Dulunya BACA adalah perusahaan patungan antara Credit Lyonnais SA dan Bank Internasional Indonesia. Dan nama awalnya adalah PT Bank Credit Lyonnais Indonesia

Namun kemudian krisis 1998 terjadi.

Di krisis tersebut, Sinarmas Grup nyaris kolaps akibat harga komoditas anjlok dan utang mereka menggunung. Dan sama seperti Salim Group, Sinarmas juga diberikan pilihan mau menyelamatkan aset yang mana. Dan pilihan Sinarmas dan Salim sangat mirip. Mereka lebih memilih melepaskan bisnis perbankan. Salim melepaskan BBCA sedangkan Sinarmas melepaskan BNII.

Dikutip dari wawancara Kontan, pertimbangan Sinarmas melepas BII atau BNII adalah karena BNII merupakan perusahaan sektor keuangan terbesar yang mereka miliki. Jadi kalau dijual, bisa signifikan membayar utang bisnis pulp and paper dijalankan lewat Asia Pulp & Paper (APP). Alasan lain, BII menyerap tenaga kerja paling sedikit. Ini berbeda dengan APP yang mempekerjakan 110.000 orang atau hampir separuh dari total tenaga kerja Sinar Mas, yang saat itu berjumlah 300.000 orang. Sehingga sektor kertas dipertahankan karena menyerap tenaga kerja terbanyak.

BNII kemudian masuk BPPN. Disehatkan dengan right issue berkali-kali. Dan banyak aset yang dijual. Salah satu yang dijual adalah kepemilikan saham di BACA.

Kemudian, pada tahun 2004 BACA diakuisisi oleh Danny Nugroho. Hal ini disetujui dalam RUPS 3 Maret 2004 serta menyetujui perubahan nama menjadi Bank Capital Indonesia pada RUPS saat itu.

Sedangkan BNII sendiri kemudian dijual negara ke Maybank di 2006. Dan di 2007, BACA IPO. Nice timing.

Yang menurut saya luar biasa adalah entah bagaimana caranya sampai Danny Nugroho bisa mendapatkan Asset BACA di 2004.

Underwriter

Bertindak sebagai penjamin pelaksana emisi adalah BNI Securities, Sinarmas Sekuritas dan PT Transpacific Securindo.Kinerja keuangan Bank Capital per 30 April 2007, mencatat laba bersih sebesar Rp 2,070 miliar.

PT Transpacific Securindo beberapa kali ganti nama. Di 2010 mereka jadi Transasia Securindo. Lalu di 2012 kemudian berubah jadi OCBC Sekuritas.

Salah satu komisaris di OCBC Sekuritas, Nancy Effendy, juga pernah menjadi Komisaris di BNBA. Coincidence? Entahlah.

Katanya sebelum diakusisi oleh OCBC, Transasia Sekuritas adalah perusahaan milik komisaris BBCA, Djohan Emir Setijoso, Bankir senior veteran BBRI.

Niat Awal IPO BACA

Di Agustus 2007, niat awal manajemen BACA adalah IPO di kisaran harga Rp 200-225 dengan target dana 160 miliar. Tapi ternyata target IPO turun dan pada akhirnya BACA IPO di harga 150 dan pengumpulan dana hanya sampai 75 milyar.

Dulu juga banyak yang bertanya – tanya mengapa bisa nilai IPO nya justru turun dari target awal.

Setelah IPO

Di 2010, emiten Grup Bakrie dilaporkan menyimpan deposito di BACA. Dalam publikasinya, pada laporan keuangan BNBR kuartal I-2010 disebutkan posisi kas dan setara kas perseroan berjumlah Rp5,334 triliun. Di antara posisi setara kas, terdapat porsi deposito berjangka yang tersimpan di PT Bank Capital Tbk (BACA) sebanyak Rp3,758 triliun. Namun,pada laporan keuangan BACA kuartal I-2010, jumlah total deposito berjangka yang ada di BACA hanya Rp2,171 triliun. Sehingga ada selisih sebesar Rp1,587 triliun yang harus dijelaskan lebih lanjut.

Tapi kemudian BNBR membantah kalau katanya tidak punya dana deposito di BACA. Dan akhirnya LK BNBR ENRG dan UNSP dikoreksi dan di revisi. Dari laporan deposito 5,334 Triliun berubah jadi sisa 900an Milyar saja.

Jadi kesalahan pencatatan ada pada grup Bakrie bukannya pada BACA.

Performa BACA Setelah IPO

Chart BACA setelah IPO

Setelah IPO di Oktober 2007 ternyata BACA hanya naik di hari pertama. IPO 150, tertinggi hanya 232 rupiah. Lalu setelah itu ambles. Apalagi di 2008, BACA amblas sampai 56 rupiah, efek Krisis Subprime Mortgage.

Yang nyangkut di harga 232 waktu beli BACA di IPO Oktober 2007, butuh waktu 3776 hari agar bisa BEP. Atau butuh waktu lebih dari 10 tahun.

BEP BACA

Sehingga yang beli di pucuk BACA 232 rupiah di Oktober 2007 seharusnya bisa mendapatkan penghargaan investor paling sabar di bursa. Bayangkan butuh 10 tahun lebih agar harga saham BACA bisa balik ke harga 232 rupiah.

Lalu bagaimana dengan yang haka pucuk BACA di 940 rupiah? Butuh berapa lama untuk BEP?

Pucuk BACA

Kepemilikan Saham BACA Saat Ini

Kepemilikan BACA

Saat awal IPO, Danny Nugroho punya 65,1% saham dan sekarang Danny Nugroho hanya punya sisa 28,67% di BACA lewat Inigo dan Delta Indo.

Institusi di BACA

Institusi di BACA

Kalau melihat data, ternyata ada Pacific Life dan Tunas Persada serta Dimensional Fund Advisors di BACA. Anehnya Pacific Life dan Tunas Persada tidak masuk dalam shareholders 5%.

Terdengar kabar bahwa BACA masuk dalam SP Global BMI Index. Index ini mencakup banyak saham di seluruh dunia. Untuk Indonesia sendiri mereka memasukkan 94 saham. Index weight Semua saham di Indonesia hanya 0,2%. Dan salah satu saham yang masuk adalah BACA. Anehnya setelah masuk index ini, harga BACA malah anjlok.

Baca SP Global BMI Index

Sejak pengumuman 5 hari lalu, BACA malah anjlok 20%. Apakah ini strategi big fund akumulasi harga bawah? Saya juga tidak tahu.

Tapi menurut saya itu hanyalah mekanisme pasar yang mencoba bereaksi dan melakukan Priced In terhadap rencana aksi korporasi right issue perusahaan. Dari rencana tersebut belum ketahuan siapa investor baru yang akan masuk di luar dari pemegang saham lama yang sudah ada.

Sejauh ini baru pemegang saham lama yang berkomitmen. PT Inigo Global Capital (IGC) selaku pemegang saham 14,71 persen menyatakan akan melaksanakan HMETD yang dimiliki sesuai dengan porsi kepemilikannya dalam PMHMETD IV ini. PT Delta Indo Swakarsa, pemegang saham dengan porsi 13,96 persen, juga menyatakan akan melaksanakan HMETD yang dimiliki sesuai dengan porsi kepemilikan dalam PMHMETD IV ini. Dan lagi pula belum jelas harga tebus akan di kisaran berapa. Itu yang menurut saya membuat market bimbang.

Jika valuasi tebus di PBV 1, maka perkiraan harga RI di kisaran 230 rupiah.

Jika tebus di PBV 1,5 maka perkiraan harga tebus di kisaran 345 rupiah.

Harga market saat ini adalah 352 rupiah.

Apabila ingin right issue laris, maka sebaiknya harga market lebih tinggi dari harga exercise atau harga tebus. Sebagai contoh yang laris adalah BBRI dan TPIA. Right issue di harga bawah market. Harga market selama pelaksanaan RI tidak pernah anjlok di bawah harga RI sehingga banyak investor yang tebus rights issue happy.

Kondisi berbeda dengan BABP. Right issue eksekusi di 318 rupiah. Harga market sekarang 280 rupiah. Sedangkan besok, 27 September 2021 adalah akhir masa Trading right issue. Kalau melihat kondisi harga market yang lebih rendah dari harga tebus right issue maka nampaknya investor ritel akan enggan menebus right issue. Yang paling memungkinkan menebus hanya investor strategis, itu pun kalau ada. HT sendiri mengatakan kalau mereka hanya akan tebus 200 milyar saja padahal target dana yang akan dikumpulkan adalah 4,5 Triliun. Selebihnya akan diserahkan ke investor strategis. Lalu siapa investor strategisnya? Kita tunggu saja di 5 Oktober 2021 begitu distribusi right issue selesai.

Jadi tinggal kita lihat, BACA akan menempuh jalan yang mana. Jalan BBRI TPIA atau jalan BABP. Time will tell.

Jika ingin mendapatkan data analisis Laporan Keuangan Kuartalan bisa pesan di sini atau menghubungi Whatsapp Admin Pintarsaham.id +62 831-1918-1386

Untuk konsultasi perencanaan keuangan atau Financial Planning dari Certified Financial Planner Tim Pintarsaham.id bisa juga melakukan reservasi via Whatsapp +62 831-1918-1386

Jika ingin membuat rekening sekuritas bisa chat via whatsapp nomor 083119181386

Jika anda menyukai artikel ini jangan lupa untuk berlangganan di Youtube Channel Pintar Saham dan nantikan video edukasi tentang saham di channel tersebut. Jangan lupa melihat Facebook Fan Page Pintar Saham Indonesia dan Instagram Pintar Saham @pintarsaham.id

Disclaimer :

Penyebutan nama saham (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, atau pun rekomendasi jual beli atau tahan untuk saham tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Semua data dan hasil pengolahan data diambil dari sumber yang dianggap terpercaya dan diolah dengan usaha terbaik. Meski demikian, penulis tidak menjamin kebenaran sumber data. Data dan hasil pengolahan data dapat berubah sewaktu-waktu tanpa adanya pemberitahuan. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.

 

 

Share this post :
Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *