Seasonality atau Siklus Musim IHSG

Saham itu seperti musim. Bulan ini merah, beberapa bulan kemudian hijau. Tidak selamanya akan merah atau hijau. Sama seperti siklus bisnis.

Ada banyak investor yang berpikir ingin melakukan timing the market dengan melihat statistik bulanan IHSG. Katanya supaya cepat kaya. Saya tidak tahu apakah metode tersebut bisa berhasil atau tidak. Saya sendiri belum mencobanya.

Gambar di atas merupakan siklus IHSG sejak 2002 hingga Mei 2021.

Selama rentang waktu 20 tahun tersebut, bulan yang tidak pernah merah hanyalah bulan Desember. Di bulan Desember, 100% IHSG selalu hijau. Strategi sederhanya, borong saham penopang IHSG di bulan Oktober dan November, lalu panen di Desember karena Desember selalu hijau.

Lalu bulan apa yang paling tinggi kemungkinan merahnya di IHSG? Jawabannya adalah bulan Agustus dan November.

Jadi saat terbaik borong saham adalah di bulan Agustus dan November. Lalu jualan di Desember.

Desember selalu hijau sehingga itulah saat terbaik untuk menjual saham. Desember adalah window dressing.

Agustus adalah bulan ketika musim laporan keuangan Q2 dirilis dan evaluasi mayor indeks terjadi. Jadi rebalancing sering terjadi di bulan itu. Saham yang jelek kinerjanya di Q2 langsung di dump.

November adalah sebulan sebelum musim Window dressing. Di bulan November biasanya IHSG di markdown agar fund manager bisa mengoleksi saham di harga murah dan kemudian dijual ketika window dressing agar performa fund manager kelihatan keren.

Tapi apakah strategi itu akan berjalan lagi di masa depan?

Menurut saya sulit memastikannya. Karena zaman dulu ada trio Asa***, Jiwas**** dan BPJ*** plus duo Benjtok dan HH yang menjadi market maker di IHSG. Sekarang mereka semua sudah pensiun dalam urusan goreng-menggoreng menu di IHSG.

Musim sudah berubah.

Jadi lebih baik fokus pada kinerja keuangan perusahaan ketimbang melihat siklus IHSG. Lihat net profit margin, lihat ROIC, lihat valuasi dll. Itu lebih bermanfaat.