Ini pertanyaan yang sering muncul ketika ada momen politik besar seperti Pilkada. Jawaban simpelnya, tidak bisa langsung bilang “iya” atau “tidak”. Kenapa? Karena pasar saham itu kompleks. Pergerakan IHSG tidak pernah dipengaruhi oleh satu faktor saja. Banyak hal yang terjadi di pasar saham sebenarnya tidak terlihat dan sulit diukur. Pilkada bisa jadi salah satu faktor yang memengaruhi, tapi bukan berarti itu satu-satunya alasan IHSG turun. Bisa saja market turun karena Pak Toto lupa jual bakso
Coba kita bayangkan. Saat Pilkada, orang-orang pasti banyak yang fokus ke hasilnya: siapa yang menang, kebijakan apa yang akan diambil, apakah bakal ada konflik, atau justru semua berjalan lancar. Situasi seperti ini bisa membuat investor jadi lebih berhati-hati. Investor, apalagi yang besar-besar, tidak suka ketidakpastian. Jadi, mereka mungkin memilih menahan diri untuk tidak banyak transaksi atau malah menarik dananya dulu. Akibatnya, pasar jadi lebih lesu, dan IHSG bisa turun. Tapi, apakah ini semata-mata karena Pilkada? Belum tentu.
Ada faktor lain yang sering muncul menjelang Pilkada, seperti potensi “permainan” di pasar saham. Tidak bisa dimungkiri bahwa ada oknum yang menggunakan momen politik besar seperti Pilkada untuk kepentingan pribadi, termasuk mencari dana dengan cara yang tidak sehat, seperti goreng saham atau cuci uang. Dalam praktiknya, saham-saham tertentu sengaja digoreng untuk menciptakan kenaikan harga yang tidak wajar. Setelah harga naik, saham tersebut dijual untuk mendapatkan dana cepat. Dana ini bisa saja digunakan untuk keperluan politik, seperti biaya kampanye atau bahkan serangan fajar. Hal ini biasanya dilakukan melalui jaringan atau kerja sama dengan pihak-pihak tertentu di pasar modal.
Selain itu, ada fenomena lain yang sering terjadi. Oknum politisi yang memiliki koneksi dengan emiten tertentu kadang menarik dana besar dari pasar saham menjelang Pilkada. Saham yang mereka kuasai dijual dalam jumlah besar untuk mengumpulkan dana tunai. Akibatnya, harga saham tersebut bisa turun parah, dan jika saham-saham ini memiliki bobot besar di IHSG, penurunannya akan terasa di seluruh indeks. Namun, perlu ditekankan bahwa tidak semua politisi seperti ini. Ini hanya ulah segelintir oknum, dan banyak politisi yang tetap menjalankan tugasnya dengan bersih.
Pasar saham itu seperti lautan besar. Ada arus di permukaan yang terlihat, tapi ada juga arus bawah laut yang lebih kuat namun tidak terlihat. Misalnya, di balik penurunan IHSG saat Pilkada, bisa saja ada pengaruh dari pasar global. Mungkin indeks saham di Amerika atau Eropa sedang turun, atau harga komoditas seperti minyak atau batu bara anjlok. Bisa juga ada isu soal suku bunga di luar negeri. Semua itu ikut memengaruhi IHSG, tapi karena Pilkada sedang ramai, kita jadi cenderung menyalahkan Pilkada sebagai penyebab utama.
Kejadian ini bisa dibandingkan dengan cerita tentang Robert McNamara, Menteri Pertahanan Amerika zaman perang Vietnam, yang pernah menggunakan data dan grafik untuk mengelola perang Vietnam. Ia sangat bergantung pada angka-angka untuk memetakan situasi, tapi ada satu hal penting yang terlewat yaitu perasaan orang Vietnam. Hal semacam itu tidak mungkin dijadikan angka, meskipun justru memiliki dampak besar terhadap hasil akhir. Dunia sering kali digerakkan oleh hal-hal yang tidak bisa diukur, dan meskipun statistik serta angka dapat memberikan gambaran, kenyataannya sering kali jauh lebih kompleks dan tidak sepenuhnya tercermin dalam data tersebut. Efeknya, Amerika kalah di perang Vietnam
Begitu juga di pasar saham. Investor itu manusia biasa, punya emosi, ketakutan, dan harapan. Hal-hal ini tidak bisa diukur, tapi sangat memengaruhi keputusan mereka. Saat Pilkada, misalnya, ada yang optimis kalau kepala daerah baru akan membawa kebijakan pro-investasi, tapi ada juga yang pesimis kalau situasi politik malah jadi tidak stabil. Perasaan ini yang kemudian tercermin di pergerakan IHSG. Statistik seperti PER (Price to Earnings Ratio) atau PBV (Price to Book Value) memang penting, tapi mereka tidak bisa menjelaskan keseluruhan cerita.
Kalau IHSG turun saat Pilkada, bisa jadi itu karena kombinasi banyak faktor. Investor mungkin khawatir soal stabilitas politik. Atau bisa juga mereka sedang terpengaruh oleh sentimen global, seperti penurunan saham di luar negeri atau kebijakan ekonomi internasional. Bahkan hal-hal kecil seperti rumor atau berita yang belum tentu benar pun bisa memengaruhi pasar. Tambahan pula, adanya oknum yang memanfaatkan pasar saham untuk keperluan politik seperti menarik dana atau goreng saham semakin menambah kompleksitas pergerakan IHSG.
Coba ingat lagi apa yang sering kita abaikan, banyak hal penting di dunia ini yang tidak bisa diukur. Pasar saham digerakkan oleh banyak hal yang tidak bisa kita lihat atau hitung. Emosi investor, narasi media, atau bahkan pola pikir kolektif pasar, semuanya punya peran besar. Seperti kata Lord Kelvin, “Jika kamu tidak bisa mengukur, bukan berarti itu tidak penting.” Jadi, meskipun kita tidak bisa langsung mengukur dampak Pilkada, bukan berarti itu tidak relevan. Tapi, tetap saja, ini hanyalah salah satu dari banyak faktor yang memengaruhi IHSG.
IHSG itu tidak akan anjlok hanya karena satu alasan tunggal seperti Pilkada. Pasar itu seperti kumpulan banyak hal kecil yang bekerja bersama-sama. Beberapa bisa diukur, beberapa tidak. Jadi, kalau IHSG turun saat Pilkada, anggap saja ini hasil dari campuran banyak hal seperti sedikit ketidakpastian politik, sentimen global, faktor emosional, serta kemungkinan adanya permainan atau aktivitas manipulatif oleh oknum yang memanfaatkan momen politik untuk keuntungan pribadi.