Skydrugz Corner: Industri Ban di Indonesia
Rata-rata setiap tahun, produksi ban kendaraan roda empat nasional mencapai 94,7 juta unit per tahun. Padahal secara kapasitas, pabrik tyre dalam negeri mampu produksi sebanyak 200 juta tyre per tahun. Dan saat ini ada 17 pabrik yang menjadi produsen utama ban di Indonesia.
Menurut saya industri tyre lumayan menarik karena pada akhirnya ban akan aus lalu harus diganti. Pada umumnya pergantian ban kendaraan umumnya dilakukan setiap 1 tahun 7 bulan sekali. Meski banyak pengguna mobil yang tidak mengikuti aturan tersebut. Jadi bisa dikatakan kalau industri ban adalah industri yang sifatnya siklus.
Produksi Tyre Nasional Berdasarkan Pabriknya (Dalam Jutaan)
Pabrik | 2012 | 2013 | 2014 | 2015 | 2016 |
Gajah Tunggal
GJTL |
15.2 | 18.2 | 17.2 | 15.5 | 17.5 |
Bridgestone Indonesia | 12.9 | 14.9 | 15.0 | 13.5 | 14.2 |
Sumi Rubber | 13.4 | 12.6 | 12.3 | 12.0 | 12.1 |
Hankook Tire Indonesia | – | – | – | 7.6 | 8.9 |
Multistrada Arah Sarana (Michelin)MASA |
6.9 | 7.2 | 7.9 | 8.1 | 8.2 |
Elang Perdana | 3.5 | 3.7 | 4.1 | 4.0 | 4.1 |
Goodyear Indonesia
GDYR |
2.8 | 2.8 | 2.9 | 2.5 | 2.5 |
Industri Karet Deli | 2.1 | 2.2 | 2.4 | 2.2 | 2.5 |
Cheng Shin Rubber | – | – | – | – | 0.2 |
Gesamt | 56.8 | 61.6 | 61.8 | 65.4 | 72.2 |
Sumber: APBI/ICN
Data di atas merupakan data produsen ban hingga 2016. Sudah outdated tapi menurut saya masih relevan karena hingga sekarang GJTL masih menjadi produsen tyre nomor satu di Indonesia.
Yang cukup aneh adalah GDYR. Meskipun perusahaan ini sudah ada di Indonesia sejak 1917, hingga sekarang mereka hanyalah pemain kecil di industri tyre Indonesia.
MASA yang menurut saya luar biasa karena meskipun masih baru namun kapasitas produksinya sudah di atas 5 juta unit per tahun.
Proteksi SNI
Industri tyre lokal Indonesia diproteksi standar SNI. Dengan adanya proteksi ini maka sulit bagi ban impor masuk Indonesia. Pada umumnya malah produsen asing mendirikan pabrik ban di Indonesia ketimbang harus mengimpor nya dari luar negeri. Apalagi Indonesia memiliki bahan baku karet yang melimpah sehingga ideal untuk mendirikan industri ban.
Indonesia bisa menghasilkan karet alam hingga 3,7 juta ton per tahun. Dengan adanya SNI, apalagi SNI Vulkanisir maka industri karet Indonesia bisa menggeliat.
Kelemahan Indonesia
Kelemahan utama Indonesia di industri ban adalah belum bisa menghasilkan ban kendaraan dan alat berat secara lokal. Entah itu karena tidak punya ekspertise ataupun tidak punya paten untuk membuatnya.
Pada akhirnya yang bisa kita lakukan adalah impor. Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyampaikan bahwa importasi ban pertambangan dan alat berat berasal dari sejumlah negara, seperti Jepang, Amerika Serikat, Kanada, Singapura, dan China. Namun memang, China disebut masih menguasai mayoritas pasar impor ban tanah air.
Booming coal dan nikel setahun ini tidak akan menguntungkan importir ban alat berat karena para penambang makin semangat menggali dan bila semangat gali maka ban kendaraan bisa cepat aus. Sehingga bisa lebih cepat ganti ban.
Pada tahun 2020, total volume impor ban kendaraan pertambangan, konstruksi, dan Industri tercatat sebesar 1,089 juta pcs, sedangkan volume impor ban kendaraan pertambangan, konstruksi dan Industri asal China sebesar 95% dari total volume impor ban kendaraan pertambangan, konstruksi dan industri dengan volume 1,038 juta pcs.
Dari jumlah kelihatan sedikit namun jika ban tersebut dirupiahkan maka harganya bisa fantastis karena kita tahu bersama harga satu ban Komatsu saja bisa mencapai jutaan hingga puluhan juta rupiah.
Saat ini hanya PT Gajah Tunggal Tbk dan Hankook yang memproduksi ban alat berat dan pertambangan di dalam negeri dengan kapasitas produksi yang masih terbatas, sehingga kebutuhan nasional atas ban tersebut masih harus dipenuhi dari impor.
Kapasitas gabungan produksi ban radial bus dan truk kedua perusahaan tersebut hanya 250.000 unit per tahun, sedangkan kebutuhan nasional mencapai 3 juta unit.
Berdasarkan data INATRADE Kemendag, Petrosea telah melakukan impor ban pertambangan dan alat berat asal China sejumlah 350 pcs pada tahun 2019. Selain itu, PT Darma Henwa Tbk (DEWA) juga melakukan impor ban dari China. Pada Desember lalu, DEWA baru saja menandatangani perjanjian Total Tire Management (TTM) dengan Fujian Haian Rubber Co. Ltd yang merupakan produsen ban terbesar China.
Termasuk juga anak usaha dari PT ABM Investama Tbk (ABMM) yakni PT Cipta Kridatama yang memilih menggunakan ban asal Eropa dengan pertimbangan performa yang lebih baik.
Saat ini banyak ban dari India yang bebas masuk pasaran di Indonesia. Sementara produsen dalam negeri banyak yang mengeluhkan permintaan domestik sangat lemah. Artinya, tekanan untuk industri ban saat ini semakin bertambah.
Pembuatan Ban
Proses produksi ban secara umum terdiri dari tiga tahapan. Pertama karet mentah yang masuk pada pabrik. Kedua, proses pengolahan karet menjadi ban setengah jadi atau green tire. Ketiga, proses curing ban yakni memanaskan, mendesain, hingga memperkuat struktur untuk menjadi ban siap pakai.
Oleh karena itu, jika ada tahapan yang dipotong dan membuat bahan baku utama karet menjadi dingin karena menjadi stok di pabrik, maka pengolahan green tire akan menjadi gagal.
Naiknya Harga Komoditas Karet
Biaya bahan baku karet alam mencapai 20-35% dari total biaya produksi perusahaan ban. Sehingga naik turunnya harga karet alam akan sangat mempengaruhi margin kotor perusahaan.
Namun kalau kita lihat chart harga saham GJTL, justru naik turunnya harga saham GJTL mengikuti grafik kenaikan harga karet dunia.
Sebagai contoh ketika harga karet dunia tinggi di 2011 hingga tembus 400 yen, harga saham GJTL juga meroket tembus 3000 rupiah.
Sedangkan ketika harga karet dunia anjlok di 2016 dan 2020 hingga ke 150 yen, harga GJTL juga ikutan anjlok di bawah 600 rupiah
Saat ini harga karet dunia di kisaran 195 yen/kg.
Menurut saya ini agak mengejutkan. Sebelumnya saya berpikir kalau harga karet naik maka harga saham perusahaan ban akan anjlok karena laba berpotensi tertekan sehingga berpotensi membentuk pola inversi. Tapi chart harga saham GJTL dan harga karet dunia justru menunjukkan chart berjalan seiring sejalan secara linear.
Di 2011-2012 ketika harga karet tembus di atas 300 yen, laba GJTL adalah 684 Milyar di 2011 dan 1,1 Triliun di 2012. Sedangkan harga saham GJTL di periode tersebut selalu di atas 2000 rupiah.
CFO GJTL pun di kisaran 600 Milyar sampai 1 Triliun rupiah. Sedangkan utang GJTL di 2011 3,8 Triliun dan di 2012 adalah 3,9 Triliun.
Di 2020 laba GJTL 320 milyar, CFO 2,5 Triliun dan utang berbunga 5,2 Triliun.
Jadi bisa dikatakan kondisi laba GJTL yang sekarang tidak lebih baik dari kondisi di 2011-2012. Nampaknya masa keemasan GJTL terjadi di tahun tersebut.
Di 2013-2019, kondisi GJTL terpuruk karena utang mereka bahkan sempat tembus 8 Triliun rupiah sedangkan laba pada periode tersebut fluktuatif sulit menyentuh angka 1 Triliun. Selama periode tersebut pula capex GJTL senantiasa sangat tinggi karena mereka terus melakukan ekspansi dengan menggunakan utang.
Capex dan Utang GJTL
- 2013 868 M, utang 5,9 T
- 2014 1,5 Triliun, utang 6,1 T
- 2015 1,1 Triliun, utang 7,7 T
- 2016 1 Triliun, utang 7,4 T
- 2017 482 M, utang 7 T
- 2018 434 M, utang 7,6 T
- 2019 568 M, utang 6,8 T
Jadi bisa dikatakan capex GJTL didanai oleh utang.
Tapi menurut saya GJTL adalah perusahaan yang sangat ekspansif.
Di 2008, saldo laba GJTL hanya 12 milyar dan ekuitas 1,6 Triliun.
Di 2020, saldo laba mencapai 4,8 Triliun dan ekuitas 6,8 Triliun.
Dari book value per Share hanya 473 rupiah di 2008, sekarang menjadi 2000 rupiah di 2021.
Jika ingin mendapatkan data analisis Laporan Keuangan Kuartalan bisa pesan di sini atau menghubungi Whatsapp Admin Pintarsaham.id +62 831-1918-1386
Untuk konsultasi perencanaan keuangan atau Financial Planning dari Certified Financial Planner Tim Pintarsaham.id bisa juga melakukan reservasi via Whatsapp +62 831-1918-1386
Jika ingin membuat rekening sekuritas bisa chat via whatsapp nomor 083119181386
Jika anda menyukai artikel ini jangan lupa untuk berlangganan di Youtube Channel Pintar Saham dan nantikan video edukasi tentang saham di channel tersebut. Jangan lupa melihat Facebook Fan Page Pintar Saham Indonesia dan Instagram Pintar Saham @pintarsaham.id
Disclaimer :
Penyebutan nama saham (jika ada) tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus buruk, atau pun rekomendasi jual beli atau tahan untuk saham tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja Masa Lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang. Semua data dan hasil pengolahan data diambil dari sumber yang dianggap terpercaya dan diolah dengan usaha terbaik. Meski demikian, penulis tidak menjamin kebenaran sumber data. Data dan hasil pengolahan data dapat berubah sewaktu-waktu tanpa adanya pemberitahuan. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi.